dia menikah,, aku ditinggal

Jika berharap pada manusia, persiapkan diri Anda untuk kecewa
Ilustrasi (kawanimut)
Ilustrasi (kawanimut)
dakwatuna.com - Sehabis rapat aku tergesa-gesa meninggalkan sekre. Dengan langkah-langkah panjang kuterjang cuaca terik siang ini. Walau dengan sedikit berkeringat tapi Alhamdulillah jilbab yang melindungiku sejak 6 tahun yang lalu mampu menaungiku dari sengatan panas si raja siang ini, begitu juga dengan rok dan blus lengan panjang yang kukenakan mampu melindungi tangan dan kakiku dari kegosongan. 
Aku terus melangkahkan kakiku dengan hati dan pikiran yang berkecamuk. Ah cuaca siang ini seolah menggambarkan kondisi hatiku, PANAS. Beberapa kali aku beristighfar memohon ampun pada Allah atas kekerdilan diri, namun tetap saja tidak membuatku tenang. Bahkan semakin kupikirkan semakin terbakar rasanya hati ini, SAKIT. Faghfirli ya Allah…
Sesampai di kos segera kutaruh tasku yang lumayan berat, aku ingin menenangkan hati. Tanpa berlama-lama segera kubasuh muka, tangan, menyapu kepala, membasuh kaki, ya WUDHU’. Baru saja membaca ta’awusy kristal bening ini tidak terbendung lagi, aku menangis. Kucoba hadirkan diri dan hati untuk terus membaca dan memahami surat cinta-Nya yang mulia. Alhamdulillah aku menemukan ketenteraman.
Usai tilawah kurebahkan tubuhku, ku arahkan tatapanku lurus-lurus menembus langit-langit kamar yang putih. Di sana, tampak berkelebatan kembali seperti slide, bayangan kejadian beberapa waktu yang lalu. Kuurung niat tidur siang karena mata ini benar-benar gak bisa terpejam. Hmm, aku mencoba mencari kesibukan lain.
Baru saja aku mencoba membaca buku “Nasihat Pelembut Hati” milik seorang Saudara yang aku pinjam, kristal bening ini tiba-tiba membuncah saat aku menemukan kalimat “BANYAK ORANG HINA BISA MELAKUKAN KEBAIKAN NAMUN HANYA ORANG MULIA YANG MAMPU MENINGGALKAN MAKSIAT”. Dada ini kembali sesak saat aku teringat akan kebodohan yang aku lakukan, aku menangis sejadi-jadinya berharap dosa-dosa ikut terhanyut dalam aliran air mataku. Aku menghentikan bacaanku.
Aku tahu sampai sekarang Allah masih menyembunyikan aibku, kalau bukan karena aku yang bercerita tentulah tidak ada yang akan tahu, seorang pun. Kalimat ini benar-benar memberikan cambuk yang begitu dahsyat buatku, sebegitu hinakah aku?? Robb, aku jadi teringat wajah saudara-saudaraku yang begitu percaya akan keteguhan iman dan keistiqamahanku. Bahkan tak jarang juniorku mengatakan ”aku ingin seperti kakak, aku ingin militan seperti kakak, kak ajari kami tentang ketegaran dan ketegasan” atau kata-kata lain yang menggambarkan bahwa seolah aku adalah akhwat yang hebat yang patut dijadikan panutan. Padahal kini aku sudah rapuh, ALLAH, Aku benar-benar malu…
Mataku masih kelihatan sembab saat sahabat terbaikku datang mengunjungiku. Dhira, gadis berdarah Jawa inilah satu-satunya tempatku berkeluh kesah. Bawaannya yang begitu ceria namun tenang mampu membuatku nyaman di sampingnya. Walau kerap setiap ceritaku yang dia anggap sebagai kebodohan, akan dia tanggapi dengan taushiyah yang menghujam, lembut tapi tegas dan tetap saja aku tidak pernah bosan curhat padanya, sebab kutahu apa yang dikatakannya adalah yang terbaik untukku.
“Assalamu’alaikum, sehat cinta?” khas sapa hangatnya setiap kali bertemu aku. “Alhamdulillah”, jawabku lirih.
“Pasti ada apa-apa ne. Hey.., kamu kenapa? Ceritalah!!!” penasaran akan keadaanku.
“Nggak ada apa-apa Ra” jawabku, khawatir kalau ceritaku kali ini akan benar-benar membuat dia marah.
“Hmm, aku tahu, ini pasti ada kaitannya dengan si “Itonk” itu”, begitulah ia menyebut seorang ikhwan yang selama ini banyak membuat aku harus mengeluarkan air mata. Astaghfirullah…
Aku mengangguk kemudian tertunduk.
“Rha…..” aku tak kuasa menahan tangis dan dengan cepat ia memelukku dalam dekapannya yang hangat.
“Tia sabar, tenangkan hatimu, Istighfar. Coba cerita, apalagi yang dia lakukan terhadapmu?” Bukannya bercerita, tangisku malah kian sangat.
“Rha, dia akan menikah minggu depan dengan akhwat lain”.
“Firdaus maksudmu? Menikah? Akhwat lain? Siapa?”.
Firdaus, ikhwan yang selama ini banyak kutaruh harapan tiba-tiba kutemukan cerita kalau ia akan menikah. Setelah selama 1 tahun menjalin hubungan dengannya. Begitu saja ia meninggalkan aku, padahal ia sudah pernah berjanji akan menikahiku, bahkan sampai datang ke rumah menemui orang tuaku untuk meyakinkan kalau ia benar-benar serius. Bahkan aku pun sudah pernah dikenalkan kepada keluarganya.
Seharusnya aku tidak perlu kaget dengan cerita ini, karena suatu hari ia pernah mengatakan padaku kalau ia tidak akan bisa menikahiku karena alasan Ibunya yang menginginkan ia menikah dengan perempuan yang memiliki pekerjaan tetap. Aku pikir ini adalah alasan yang dibuat-buat, karena pada saat itu kami ada sedikit masalah.
Dan ternyata kali ini dia akan benar-benar menikahi akhwat lain, seorang akhwat PNS. Aku tak tahu apakah aku menangis karena sakit hati kalau ia akan menikah dengan akhwat lain ataukah karena baru tersadar dengan kebodohanku selama ini. Aku begitu menyesal pernah terperangkap dalam cinta palsunya, semakin menyesal terlebih karena hubungan kami sudah terlalu jauh, tidak hanya sebatas sms-sms-an atau telepon-teleponan yang begitu romantis, bahkan kami sudah pernah jalan berduaan. ASTAGHFIRULLAH YA RABB…
Aku juga merasa berdosa pada Dhira, karena setiap kali ia menasihatiku dan meminta agar aku menghentikan “hubungan” dengan seorang ikhwan sebelum menikah, setiap kali pula aku berjanji akan mengakhiri semuanya. Tapi di belakangnya aku masih saja mengulangi kebodohan ini, dengan kesalahan yang sama dan dengan orang yang sama. Yang lebih membuatku menyesal lagi, aku pernah berfikir untuk mengakhiri persahabatan dengan Dhira karena kupikir ia terlalu ikut campur dengan masalah pribadiku, tapi karena kesabarannya menasihatiku dan selalu setia di sampingku maka kalimat itu tidak pernah terucap. Dan aku bersyukur tidak melakukan itu padanya.
Dhira memegang bahuku, “Tia dengarkan aku, kamu harus bisa tegar. Bersyukurlah karena kamu tidak jadi menikah dengan dia, dia bukanlah orang yang baik buatmu. Ingatkan, berapa kali ia menyakitimu. Kalau ia sanggup melakukan ini sebelum kalian menikah maka tidak akan menutup kemungkinan dia akan menyakitimu saat setelah menikah. Ia ikhwan terburuk yang pernah aku kenal, maka aku tidak akan pernah ridha kalau ia menikahimu. Mulai sekarang, berjanjilah untuk tidak mengulangi kesalahan ini. Kumohon kali ini dengarkan aku, dulu aku selalu memintamu agar tidak menjalin hubungan dengan ikhwan sebelum ia benar-benar halal bagimu, tapi kamu tidak pernah hiraukan nasihatku. Tia aku sayang kamu, maka aku menginginkan yang terbaik buatmu. Yakinlah orang yang tepat akan datang di waktu yang tepat juga. Menikahnya dia tidak akan membuat bumi berhenti berputar dan tidak harus membuatmu berhenti melangkah. Masih ada waktu memperbaiki segalanya, di luar sana masih banyak ikhwan yang mulia yang senantiasa mampu menjaga iffah dan izzah, berdoa saja semoga Allah mempersiapkan salah satunya untuk kita”, Dhira mengakhiri nasihatnya untuk menenangkan aku.
Sekarang aku hanya mampu berdoa agar aku, sahabatku Dhira, Anda dan orang-orang shalih dijauhkan dari kesalahan seperti ini, dan tidak pernah mengalami kedukaan ini.
 “Kini semakin ku yakin, kemaksiatan tidak akan pernah berakhir dengan keindahan”.
Allah, dengan apa aku menebus kesalahan ini, terimalah sujud taubatku….

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hukum Istihza' Bid Din (Memperolok Agama)

Hubungan Kerja IQ, EQ, dan SQ

“Burdatul Al-Mukhtar”